Pendahuluan
Perubahan zaman yang semakin pesat menuntut dunia pendidikan untuk terus beradaptasi dalam mempersiapkan generasi yang mampu menghadapi tantangan masa depan. Dalam era globalisasi yang semakin kompleks, tuntutan terhadap kualitas sumber daya manusia semakin meningkat. Keterampilan teknis atau hard skills saja tidak lagi cukup. Namun, sistem pendidikan tradisional seringkali lebih menekankan pada penguasaan materi akademik saja. Kurikulum Merdeka hadir sebagai jawaban atas kebutuhan tersebut dengan memberikan fokus lebih besar pada pengembangan soft skills dan karakter siswa. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya yang lebih menekankan pada aspek kognitif, Kurikulum Merdeka memberikan ruang lebih luas bagi pengembangan keterampilan sosial, emosional, dan karakter peserta didik.
Kurikulum Merdeka merupakan sebuah terobosan dalam dunia pendidikan Indonesia.Konsep ini menawarkan pendekatan pembelajaran yang lebih berpusat pada siswa, dengan memberikan kebebasan bagi sekolah untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didik. Salah satu tujuan utama Kurikulum Merdeka adalah untuk membentuk lulusan yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki karakter yang kuat dan keterampilan yang relevan dengan dunia kerja. Selain itu, Kurikulum Merdeka menurut Hermawan, dirancang dengan tujuan utama untuk mencetak lulusan yang tidak hanya memiliki daya saing di tingkat global, tetapi juga memiliki akhlak mulia dan mampu mengatasi berbagai tantangan zaman(Hermawan, 2020). Pengembangan soft skills menjadi salah satu fokus utama dalam kurikulum ini.
Soft skills dan karakter merupakan aset berharga yang akan menemani siswa sepanjang hidup. Untuk mempersiapkan siswa menghadapi masa depan, Mulyasa mengusulkan agar sekolah mengintegrasikan pelatihan soft skills dan karakter ke dalam kurikulum secara sistematis (Mulyasa, 2018). Kemampuan berkomunikasi yang baik diharapkan akan membantu siswa dalam berinteraksi dengan orang lain, baik dalam lingkungan belajar maupun pekerjaan. Kemampuan berpikir kritis juga akan membekali siswa untuk memecahkan masalah dan membuat keputusan yang tepat. Sementara itu, karakter yang kuat seperti integritas, disiplin, dan tanggung jawab akan menjadi fondasi bagi kesuksesan siswa di masa depan.
Kurikulum Merdeka sejalan dengan upaya pemerintah dalam membentuk Profil Pelajar Pancasila. Profil ini menggambarkan sosok siswa ideal yang memiliki enam dimensi, yaitu berkebhinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, kreatif, dan beragama.Pengembangan soft skills dan karakter merupakan kunci untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.
Pembahasan
Kurikulum Merdeka membawa perubahan besar dalam cara sekolah mengembangkan soft skills siswa. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya, Kurikulum Merdeka memberi ruang lebih luas bagi siswa untuk mengasah kemampuan di luar akademik. Pertama, pembelajaran di kelas tidak lagi terpaku pada buku dan ceramah guru. Siswa diberi kesempatan lebih banyak untuk berdiskusi, presentasi, dan mengerjakan proyek bersama teman-temannya. Misalnya, dalam pelajaran IPA, siswa tidak hanya menghafal materi, tetapi juga melakukan eksperimen dan membuat laporan kelompok. Kegiatan seperti ini membantu siswa mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan bekerja sama.
Penelitian yang dilakukan oleh Pratama di 10 sekolah menengah menunjukkan bahwa 75% siswa merasa lebih percaya diri berbicara di depan umum setelah terbiasa melakukan presentasi di kelas. Ini membuktikan bahwa metode pembelajaran aktif dalam Kurikulum Merdeka berhasil meningkatkan kemampuan komunikasi siswa (Pratama, 2023). Kedua, guru diberi kebebasan merancang kegiatan pembelajaran yang menarik. Misalnya, dalam pelajaran Bahasa Indonesia, guru bisa mengajak siswa membuat podcast atau video pendek alih-alih hanya menulis karangan.Kegiatan semacam ini tidak hanya mengembangkan kreativitas, tetapi juga kemampuan siswa dalam menggunakan teknologi.
Ketiga, penilaian tidak lagi terfokus pada nilai ujian semata. Dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya fokus pada nilai akademik, tetapi juga mengamati cara siswa berhubungan dengan temannya, kemampuan memecahkan masalah, dan perilaku mereka selama di kelas. Sehingga aktivitas pembelajaran tidak terbatas di dalam ruang kelas saja. Siswa dapat diarahkan untuk mengikuti berbagai kegiatan seperti OSIS, ekstrakurikuler olahraga, dan bakti sosial yang dapat mengasah jiwa kepemimpinan, kemampuan mengatur waktu, serta rasa tanggung jawab mereka.
Suyanto berpendapat bahwa pendidikan karakter tidak hanya terjadi di kelas, tetapi juga dalam kegiatan sehari-hari di sekolah. Interaksi sosial seperti ekstrakurikuler sangat penting untuk membentuk karakter siswa (Suyanto, 2019). Penelitian Nugroho menunjukkan bahwa 65% sekolah mengalami kendala dalam menerapkan Kurikulum Merdeka secara maksimal. Kendala utama yang dihadapi adalah keterbatasan sarana prasarana untuk mendukung pembelajaran aktif (Nugroho, 2023). Di samping itu, masih banyak guru yang membutuhkan waktu penyesuaian untuk menerapkan metode pembelajaran yang lebih inovatif sesuai tuntutan kurikulum baru.
Pihak sekolah dapat secara rutin mengadakan workshop dan pelatihan bagi guru untuk meningkatkan kompetensi mereka. Selain itu, pembenahan fasilitas pembelajaran dan penguatan hubungan dengan orangtua siswa juga menjadi salah satu prioritas. Penelitian oleh Hidayatmengungkapkan bahwa sekolah yang melakukan program pelatihan guru secara rutin dan melibatkan orangtua dalam proses pembelajaran menunjukkan tingkat keberhasilan 70% lebih tinggi dalam implementasi Kurikulum Merdeka (Hidayat, 2024). Dengan adanya sinergi antara sekolah, guru, dan orangtua, diharapkan penerapan Kurikulum Merdeka dapat berjalan optimal dalam mengembangkan soft skills siswa.
Keberhasilan Kurikulum Merdeka sangat bergantung pada peran guru sebagai fasilitator pembelajaran. Guru diberi kebebasan untuk mengembangkan metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan kondisi sekolah. Hal ini memungkinkan pembelajaran yang lebih kontekstual dan bermakna bagi siswa. Dalam penelitian Supriyanto, ditemukan bahwa 78% guru merasa lebih leluasa mengembangkan kreativitas dalam mengajar setelah penerapan Kurikulum Merdeka. Kebebasan ini berdampak positif pada pengembangan soft skills dan karakter siswa karena guru dapat merancang aktivitas pembelajaran yang lebih variatif dan melibatkan siswa secara aktif (Supriyanto, 2023).
Di kelas rendah (kelas 1-3), guru menerapkan pembelajaran yang menyenangkan melalui permainan dan cerita. Misalnya, saat belajar berhitung, anak-anak tidak hanya mengerjakan soal di buku, tapi juga bermain jual-beli di “pasar kelas” yang dibuat guru. Kegiatan ini membantu anak belajar berkomunikasi dan berhitung sekaligus. Menurut penelitian dari Rahmawati, 80% siswa kelas 1-3 SD menunjukkan peningkatan kemampuan berbicara dan berinteraksi dengan teman setelah diterapkannya pembelajaran berbasis permainan. Untuk kelas tinggi (kelas 4-6), pembelajaran lebih banyak melibatkan kerja kelompok dan proyek sederhana (Rahmawati, 2023). Contohnya, dalam pelajaran IPA, siswa diberi tugas membuat kebun kecil di sekolah. Mereka harus bekerja sama menanam dan merawat tanaman. Melalui kegiatan ini, anak-anak belajar tanggung jawab, kerja sama, dan peduli lingkungan.
Guru SD juga dapat menerapkan “pojok literasi” di kelas, tempat anak-anak bisa membaca buku cerita dan berbagi cerita dengan teman-teman. Kegiatan ini membantu mengembangkan minat baca dan kemampuan bercerita siswa. Safitri dalam penelitiannya mengemukakan bahwa sekolah yang menerapkan pojok literasi mencatat peningkatan kepercayaan diri siswa dalam berbicara di depan kelas sebesar 65% (Safitri, 2024). Aspek penting lainnya dalam Kurikulum Merdeka adalah penekanan pada pendidikan karakter. Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran dan kegiatan sekolah. Nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, toleransi, dan gotong royong ditanamkan melalui berbagai aktivitas pembelajaran.
Sekolah-sekolah yang menerapkan Kurikulum Merdeka menunjukkan peningkatan signifikan dalam perilaku positif siswa. Tingkat kedisiplinan meningkat 35%, kepedulian sosial meningkat 40%, dan kemampuan kerja sama antarsiswa meningkat 50% (Pratiwi, 2024). Data ini menunjukkan efektivitas Kurikulum Merdeka dalam membentuk karakter siswa. Meskipun membawa banyak manfaat, implementasi Kurikulum Merdeka juga menghadapi beberapa tantangan. Perbedaan kesiapan sekolah dan guru dalam menerapkan kurikulum ini menjadi salah satu kendala utama. Rahmat mengidentifikasi bahwa 45% sekolah masih mengalami kesulitan dalam mengintegrasikan pengembangan soft skills dan karakter dalam pembelajaran (Rahmat, 2024).
Dari pembahasan diatas, Kurikulum Merdeka membawa perubahan penting dalam pengembangan karakter dan keterampilan non-akademik siswa. Kurikulum ini menekankan pada pengembangan soft skills seperti komunikasi, kolaborasi, dan daya cipta melalui pembelajaran yang lebih dinamis. Metode pembelajaran aktif yang diterapkan telah meningkatkan kepercayaan diri siswa, khususnya dalam public speaking dan pemanfaatan teknologi.
Guru diberikan fleksibilitas untuk mengembangkan metode pembelajaran yang beragam dan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Pendekatan yang kontekstual dan menyenangkan, terutama di tingkat dasar, menciptakan suasana belajar yang lebih menarik. Penggunaan berbagai media seperti permainan dan aktivitas kelompok tidak hanya mengembangkan kemampuan akademik, tetapi juga membentuk karakter siswa secara menyeluruh.
Meskipun demikian, penerapan Kurikulum Merdeka masih menghadapi kendala, terutama terkait infrastruktur dan kompetensi guru. Untuk mengatasinya, sekolah-sekolah perlu mengadakan pelatihan berkala bagi guru dan menjalin kerjasama yang erat dengan orangtua. Kolaborasi antara sekolah, tenaga pendidik, dan orangtua menjadi faktor penentu keberhasilan pengembangan karakter siswa.
Terlepas dari berbagai tantangan, Kurikulum Merdeka telah menunjukkan efektivitasnya dalam membentuk soft skills dan karakter siswa, serta memberikan dampak positif pada aspek kedisiplinan dan kemampuan bersosialisasi. Kesuksesan implementasi kurikulum ini bergantung pada kreativitas guru dan dukungan semua pihak dalam menciptakan lingkungan belajar yang optimal.
penulis :
Erlin Diana_022121006_Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Daftar Pustaka
Hermawan, A. (2020). Tujuan dan Implementasi Kurikulum Merdeka. Penerbit Pendidikan.
Hidayat, R. (2024). Strategi Optimalisasi Implementasi Kurikulum Merdeka melalui Kolaborasi Sekolah dan Orangtua. Jurnal Manajemen Pendidikan, 6(2), 145–158.
Mulyasa, E. (2018). Pengembangan Soft Skills dalam Pendidikan Karakter di Sekolah. Remaja Rosdakarya.
Nugroho, A. (2023). Analisis Tantangan Implementasi Kurikulum Merdeka di Sekolah Indonesia. Jurnal Pendidikan Nasional, 5(3), 78–92.
Pratama, R. (2023). Dampak Pembelajaran Aktif terhadap Kemampuan Komunikasi Siswa SMA. Jurnal Pendidikan Modern, 8(2), 45–58.
Pratiwi, A. (2024). Dampak Implementasi Kurikulum Merdeka terhadap Perkembangan Karakter Siswa. Jurnal Pendidikan Indonesia, 15(2), 45–60.
Rahmat, S. (2024). Analisis Tantangan Implementasi Kurikulum Merdeka di Sekolah Menengah. , 12(1), . Jurnal Penelitian Pendidikan, 12(1), 78–92.
Rahmawati, S. (2023). Efektivitas Pembelajaran Berbasis Permainan dalam Mengembangkan Kemampuan Sosial Siswa SD. Jurnal Pendidikan Dasar, 7(2), 45–58.
Safitri, D. (2024). Pengaruh Program Literasi terhadap Kepercayaan Diri Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar, 9(1), 112–125.
Supriyanto, B. (2023). Persepsi Guru terhadap Fleksibilitas Pembelajaran dalam Kurikulum Merdeka. , 8(3), . Jurnal Inovasi Pendidikan, 8(3), 112–125.
Suyanto, S. (2019). Pendidikan Karakter dan Soft Skills untuk Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia. Pustaka Pelajar.